Kota Palu
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kota Palu | ||
---|---|---|
Sulawesi |
||
Pemandangan Kota Palu |
||
|
||
|
||
Koordinat: 0°54′LU 119°50′BT | ||
Negara | ||
Pemerintahan | ||
• Walikota | Rusdi Mastura | |
Populasi (2012) | ||
• Total | 342,754 jiwa | |
• Kepadatan | 848.7/km2 (2,198/sq mi) | |
Demografi | ||
• Suku bangsa | Kaili, Kulawi, Pamona, Banggai, Tionghoa | |
• Agama | Islam, Kristen, Buddha, Hindu | |
• Bahasa | Indonesia, Kaili | |
Zona waktu | WITA | |
Kode telepon | +62 451 | |
Kecamatan | 4 | |
Desa/kelurahan | 43 | |
Flora resmi | Banga | |
Fauna resmi | Duyung | |
Situs web | http://palukota.go.id/ |
Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kesatuan empat kampung, yaitu: Besusu, Tanggabanggo (Siranindi) yang sekarang bernama Kamonji, Panggovia yang sekarang bernama Lere, dan Boyantongo yang sekarang bernama Kelurahan Baru. Mereka membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota. Salah satu tugasnya adalah memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu. Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado di tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka pun menyerang Kayumalue. Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888 Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Daftar isi
Sejarah
Asal usul nama kota Palu adalah kata Topalu'e yang artinya Tanah yang terangkat karena daerah ini awalnya lautan, karena terjadi gempa dan pergeseran lempeng (palu koro) sehingga daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu.Istilah lain juga menyebutkan bahwa kata asal usul nama Kota Palu berasal dari bahasa kaili VOLO yang berarti bambu yang tumbuh dari daerah Tawaeli sampai di daerah sigi. Bambu sangat erat kaitannya dengan masyarakat suku Kaili, ini dikarenakan ketergantungan masyarakat Kaili dalam penggunaan bambu sebagai kebutuhan sehari-hari mereka. baik itu dijadikan Bahan makanan (Rebung), Bahan bangunan (Dinding, tikar, dll), Perlengkapan sehari hari, permainan (Tilako), serta alat musik (Lalove)
Pada awal mulanya, Kota Palu merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Pada masa penjajahan Belanda, Kerajaan Palu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan (Onder Afdeling Palu) yang terdiri dari tiga wilayah yaitu Landschap Palu yang mencakup distrik Palu Timur, Palu Tengah, dan Palu Barat; Landschap Kulawi; dan Landschap Sigi Dolo.[1]
Pada tahun 1942, terjadi pengambilalihan kekuasaan dari Pemerintahan Belanda kepada pihak Jepang. Di masa Perang Dunia II ini, kota Donggala yang kala itu merupakan ibukota Afdeling Donggala dihancurkan oleh pasukan Sekutu maupun Jepang. Hal ini mengakibatkan pusat pemerintahan dipindahkan ke kota Palu di tahun 1950. Saat itu, kota Palu berkedudukan sebagai Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) setingkat wedana dan menjadi wilayah daerah Sulawesi Tengah yang berpusat di Kabupaten Poso sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950. Kota Palu kemudian mulai berkembang setelah dibentuknya Residen Koordinator Sulawesi Tengah Tahun 1957 yang menempatkan Kota Palu sebagai Ibukota Keresidenan.[1]
Terbentuknya Propinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, status Kota Palu sebagai ibukota ditingkatkan menjadi Ibukota Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Kemudian pada tahun 1978, Kota Palu ditetapkan sebagai kota administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978. Kini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1994 Kota Palu ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Palu.[1]
Kondisi Umum
Letak Geografis
Provinsi Sulawesi Tengah terletak di antara 2° 22’ Lintang Utara dan 4° 48’ Lintang Selatan serta 119° 22’ dan 124° 22’ Bujur Timur.Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Utara | Provinsi Gorontalo |
Selatan | Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara |
Barat | Selat Makassar dan Provinsi Sulawesi Barat |
Timur | Provinsi Maluku |
Topografi wilayah daratan diklasifikasikan sebagai berikut:
- Lahan pertanian: 673.759 Ha (10,56%)
- Hutan lindung: 1.764.720 Ha (21,71%)
- Hutan suaka wisata: 604.780 Ha (9,49%)
- Hutan suaka tetap: 422.809 Ha (33,64%)
- Hutan produksi yang dapat dikonversi: 241.757 Ha (3,80%)
- Lahan pemukiman: 519.757 Ha (8,16%)
- 0-100 M = 20,2%
- 101-500 M = 27,2%
- 501-1000 M = 26,7%
- di atas 1001 M = 25,9%
- Sebelah Utara berbatasan dengan Tawaeli dan Teluk Palu.
- Sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan Marawola dan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Marawola Kabupaten Sigi dan daerah Kabupaten Donggala.[1]
Jarak antara ibukota provinsi ke daerah kabupaten:
No. | Jarak Antara | Kilometer |
---|---|---|
1 | Palu - Poso | 221 Km |
2 | Palu - Luwuk | 607 Km |
3 | Palu - Toli-Toli | 439 Km |
4 | Palu - Donggala | 34 Km |
5 | Palu - Parigi Moutong | 66 Km |
6 | Palu - Morowali | 756 Km |
7 | Palu - Buol | 806 Km |
8 | Palu - Tojo Una-una | 300 Km |
Kondisi Masyarakat
Masyarakat Kota Palu sangat heterogen. Penduduk yang menetap di kota ini berasal dari berbagai suku bangsa seperti Bugis, Toraja dan Mandar yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Gorontalo, Manado, Jawa, Arab, Tionghoa, dan Kaili yang merupakan suku asli dan terbesar di Sulawesi Tengah.[2]Kota Palu sering diasosiasikan dengan kekerasan dan konflik. Padahal, masyarakat tidak terpengaruh oleh konflik atau bentrokan antarwarga. Bentrokan antarwarga di Kelurahan Nunu dan Kelurahan Tavanjuka yang sempat diberitakan di media massa tidak mempengaruhi aktivitas masyarakat. Warga tetap beraktivitas seperti biasa.[2]
Kondisi Ekonomi
Kota Palu saat ini juga menjadi salah kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia bagian timur. Berbagai persiapan untuk ditetapkan Kota Palu sebagai kawasan ekonomi khusus telah dilakukan, penyiapan lahan seluas 1.520 hektare di Kecamatan Palu Utara, yang meliputi Kelurahan Pantoloan, Baiya, dan Lambara. Lahan seluas 1.520 hektare itu akan dibagi menjadi kawasan industri seluas 700 hektare, kawasan perumahan (500 hektare), kawasan pendidikan dan penelitian (100 hektare), kawasan komersial (100 hektare), daerah olahraga (50 hektare), kawasan pergudangan (50 hektare), kawasan perkebunan dan taman (20 hektare).[2]Penduduk
Tahun | 1990 | 2000 | 2010 | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Jumlah penduduk | ||||||||||||
Sejarah kependudukan kota Palu Sumber:[3] |
Pemerintahan
Kediaman controleur di masa Hindia Belanda (tahun 1930-an)
Walikota Palu
- Drs.H.Kisman Abdullah, Walikota Administratif Tahun 1978 - 1986
- Drs. Sahbuddin Labadjo, Walikota Adminsitratif Tahun 1986- 1994
- Rully A.Lamadjido,SH, Walikota Tahun 1994 - 2000.
- H.Baso Lamakarate, Walikota Tahun 2000 - 2005.
- H.Suardin Suebo, SE, Walikota Tahun 2005 - 2006.
- Rusdi Mastura, Walikota Tahun 2006 - sekarang
Pariwisata
Danau SibiliDanau Sibili merupakan danau alam yang terletak dikecamatan tawaeli, kota palu. danau ini merupakan salah satu objek wisata kebanggaan masyarakat tawaeli karena pemandangannya yang indah. Danau yang terletak 24 Km diutara kota Palu ini awalnya merupakan danau yang dijadikan tempat pemancingan ikan oleh masyarakat sekitar. Tetapi, karena seringnya pengunjung yang datang dari luar kecamatan tawaeli untuk datang berwisata akhirnya danau ini dijadikan salah satu objek wisata andalan dikecamatan tersebut.
Danau Sibili yang indah telah menjadi tempat wisata bagi masyarakat sekitar maupun dari luar kota Palu. Wisata yang menjadi andalan di sini adalah wisata Mancing dgn berbagai jenis varietas ikan seperti Mas,Bawal,Mujair,Gabus dll. Di pinggir danau, ada sarana yang dapat digunakan bagi Anda yang ingin menikamati keindahan danau, seperti perahu tradisional.
Banua Mbaso (Sou Raja)
Souraja merupakan rumah tradisional tempat tinggal para bangsawan, yang berdiam di pantai atau di kota. Kata Souraja dapat diartikan rumah besar, merupakan rumah kediaman tidak resmi dari manggan atau raja beserta keluarga-keluarganya. Rumah orang biasa atau rakyat kebanyakan meskipun bentuk dan ukurannya sama dengan souraja.
Bangunan Souraja berbentuk rumah panggung yang ditopang sejumlah tiang kayu balok persegi empat dari kayu keras seperti kayu ulin, bayan, atau sejenisnya. Atapnya berbentuk piramide segitiga, bagian depan dan belakang atapnya ditutup dengan papan yang dihiasi dengan ukiran disebut panapiri dan pada ujung bubungan bagian depan dan belakang diletakkan mahkota berukir disebut bangko-bangko. Seluruh bahan bangunan mulai dari lantai, dinding balok-balok terbagi atas tiga ruangan, yaitu:
Ruang depan disebut lonta karawana yang dibiarkan kosong, berfungsi untuk menerima tamu. Dahulu sebelum ada meja kursi, di ruangan ini dibentangkan tikar atau onysa. Ruangan ini juga untuk tempat tidur tamu yang menginap.
Ruangan kedua adalah ruang tengah, disebut lonta tata ugana diperuntukkan bagi tamu keluarga serta lonta rorana yaitu ruang belakang, berfungsi sebagai ruang makan, tapi kadang-kadang ruang makan berada di lonta tatangana. Antara dinding dan dibuat kamar-kamar tidur. Khusus untuk kamar tidur perempuan atau anak-anak gadis biasanya ditempatkan di pojok belakang lonta rarana, maksudnya agar mudah diawasi oleh orang tua. Untuk tamu perempuan dan para kenalan dekat diterima di ruang makan.
Ruang dapur, sumur dan jamban dibuatkan bangunan tambahan atau ruangan lain di bagian belakang rumah induk. Untuk menghubungkan rumah induk dengan dapur atau urang avu dibuatkan jembatan beratap disebut hambate atau bahasa bugis Jongke. Di bagian ini kadang-kadang dibuatkan pekuntu yakni ruangan terbuka untuk berangin-angin anggota keluarga. Di kolong dapur diberi pagar sekeliling, sedangkan di bawah rumah induk dibiarkan terbuka dan kadang-kadang menjadi ruang kerja untuk pertukangan, atau keperluan-keperluan lainnya. Sedangkan loteng rumah dipergunakan untuk mentimpan benda-benda pusaka dan lain-lain.
Secara keseluruhan, bangunan Souraja cukup unik dan arsitik lebih-lebih bila dilihat dari hiasannya berupa kaligrafi huruf Arab tertampang pada jelusi-jelusi pintu atau jendela, atau ukiran pada dinding, loteng, dibagian lonta-karavana, pinggira cucuran atap, papanini, bangko-bangko dengan motif bunga-bungaan dan daun-daunan. Semua hiasan tersebut melambangkan kesuburan, kemuliaan, keramah-tamahan dan kesejahteraan bagi penghuninya.
Jembatan Gantung
Jembatan Gantung Merupakan jembatan penghubung dua kelurahan dikecamatan Tatanga dan kecamatan Palu selatan yang terpisah oleh sungai Palu. Jembatan ini adalah hasil dari kerjasama calon legislatif Pemilu 2004 dan pemerintah Kota palu yang bertujuan menghubungkan keluarga yang telah lama terpisah.
Masjid 'Apung' Argam Bab Al Rahman
Masjid ini memiliki luas 121 meter persegi dan mampu menampung sebanyak 150 orang. Masjid ini berlantai satu dengan empat menara di ke empat sudutnya. Masjid ini sering disebut masjid apung karena posisinya menjorok 30 meter ke laut yang seakan-akan mengapung. Panorama bentang pegunungan dan Teluk Palu menambah keindahan bagi para jamaah maupun wisatawan yang ingin menikmati wisata religi di Kota Palu.[4]
Kawasan Wisata Religi Sis Al Jufrie
Kawasan ini terletak disepanjang jalan Sis Aljufrie kelurahan Boyaoge, kecamatan Tatanga dan Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat. Dijalan ini terdapat berbagai macam objek wisata belanja dan objek wisata Religi. Objek wisata perbelanjaan yang ada disini aalah Pertokoan Palu Plaza. disini masyarakat kota palu menjual berbagai macam kuliner, Pakaian dan oleh - oleh. Objek wisata Religi dikawasan ini terletak didepan pertokoan Palu plaza, yaitu Yayasan AL Khairaat Pusat yang merupakan Organisasi Islam Terbesar di Indonesia Timur. Disana terdapat makam Idrus Bin Salim Al Jufrie (SIS AL JUFRIE) Pendiri AL Khairaat, Masjid AL Khairaat, Masjid Nurul Khairaat, Dan Masjid Nur Sa'adah, dan Beberapa Sekolah berbasis islam.
Museum Sulawesi Tengah
Museum ini adalah museum terbesar disulawesi tengah, terletak dipalu barat. dimuseum ini terdapat berbagai macam replika baju adat dari semua kabupaten dan kota yang ada disulawesi tengah, Sejarah mangenai sulawesi tengah dan lain lain. yang menarik dari museum ini adalah Batu megalith berbentuk manusia yang dibuat oleh nenek moyang suku kaili yang berasal dari Lembah Napu yang bentuknya hampir mirip dengan batu megalith berbentuk manusia di Pulau Paskah, Samudera pasifik.
Taman Ria
Taman Ria merupakan objek wisata yang terletak dikelurahan Lere, palu barat. taman ria sangat terkenal dengan pemandangan matahari terbenamnya yang indah. apabila anda ketaman Ria belum lengkapa rasanya jika belum mencicipi jagung bakar, pisang gepe, dan saraba yang dijual oleh pedagan setempat.
Makanan Khas
'Kaledo', Kaki Lembu Donggala Kaledo merupakan sup kaki sapi yang dimasak hingga empuk. Kuahnya yang bening memiliki rasa bumbu yang kuat yang merupakan campuran berbagai bumbu seperti asam jawa, cabe rawit, dan garam. Kaledo disajikan beserta dengan tulang-tulangnya. Oleh karena itu, cara menyantapnya pun harus dengan memegang tulang-tulangnya untuk menikmati daging-daging yang masih menempel pada tulang-tulangnya. Kuahnya pun menyegarkan badan dengan rasa asam yang dominan dicampur rasa pedas cabe rawit.[5]Uta Kelo / Sayur Kelor Uta Kelo merupakan sayur yang berbahan dasar daun kelor. kuahnya bersantan dan gurih terbuat dari campuran santan kelapa, daun kelor, dan biasanya dicampur dengan berbagai bahan seperti Palola Ngura/ terong muda, Loka Ngura/ pisang muda, Pusu/ Jantung pisang, Kasubi/ Singkong, dan Lamale (Ebi).
Duo Sole / Teri Goreng Duo adalah makanan khas masyarakat kota palu. makanan yang berbahan dasar Teri ini mempunyai rasa asin, gurih dan pedas karena masyarakat kaili sangat terkenal dengan masakan pedasnya. Duo terbuat dari teri yang dimasak bersama irisan bawan khas Palu yang
Palu Mara
Bau Ngau
Transportasi
Transportasi Udara
Kota Palu mempunyai sebuah bandara nasional, yaitu Bandara Mutiara.Transportasi Darat
Transportasi darat di kota Palu meliputi transportasi tradisional dan modern.- Angkutan kota
- Bus
- Taksi
- Ojeg
- Dokar dan becak
Gempa 2005
Pada tanggal 24 Januari 2005 pukul 04.10 WITA, gempa berkekuatan 6,2 pada Skala Richter mengguncang Palu. Pusat gempa terjadi di Kecamatan Biromaru, Kabupaten Donggala, 16 km arah tenggara Palu tepatnya di sekitar air panas Desa Bora,di kedalaman 30 km. Gempa itu berada pada 1°03′ LS - 119°99′ BT. Warga panik dan langsung mengungsi karena takut kemungkinan adanya tsunami seperti yang terjadi di Aceh. Sebagian dari mereka melarikan diri ke perbukitan dan pegunungan. Akibatnya, satu orang meninggal, empat orang cedera dan 177 bangunan rusak. Warga Sekitar Biromaru Malah Mengungsi didekat tempat pusat gempa.Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar